Sabtu, 22 September 2007

PENELITIAN SURVEI

PENELITIAN SURVEI:
KORELASIONAL DAN KAUSAL SERTA ANALISIS DATA
[1]
Oleh Kelompok II: Ikhsanudin, M. Hamka, Rahma Apen, Sudjianto[2]

1. Pendahuluan
Dalam perjalanannya, penelitian survei telah mengalami sejarah yang cukup panjang dan telah dipergunakan secara luas di dunia. Paling tidak, seperti ditulis oleh Babbie, telah diketahui bahwa survei telah dilakukan sejak 1880, saat Karl Mark, seorang sosialis politik, menyebarkan 25.000 angket kepada para pekerja dari Prancis untuk mengetahui sejauh mana eksploitasi atas pekerja oleh pengusaha[3]. Dengan mengutip Lazarsfeld dan Oberschall[4], Babbie juga melaporkan bahwa sosiolog Max Weber juga menggunakan metode penelitian survei dalam penelitinnya mengenai Etika Protestan. Dalam rangka melakukan penyelidikan historis bandingan mengenai perkembangan ekonomi, Weber mengumpulkan data mengenai para pekerja Katolik dan Protestan untuk memperoleh informasi pada tataran perseorangan.
Selanjutnya, setidaknya dalam pandangan Babbie[5], penelitian survei kontemporer adalah produk para peniliti Amerika pada abad ini. Metode survei yang sekarang dihasilkan oleh perkembangan penting tiga sektor kehidupan masyarakat. Pertama, Biro Sensus Amerika Serikat yang senantiasa menjalankan sensusnya. Kedua, perusahaan-perusahaan polling yang bekerja secara komersial, seperti yang dikelola oleh George Gallup, Elmo Ropper, dan yang agak belakangan pada saat ditulisnya buku Babbie di atas, Louis Harris. Ketiga, perbaikan ilmiah atas metode penelitian survei, khususnya yang menggunakan metode-metode analisis yang canggih, telah dilakukan oleh beberapa universitas di Amerika. Lebih khusus lagi, karya-karya tersebut diwakili oleh ujung-ujung tombak penelitian survei Amerika seperti dua pusat penelitian survei: Samuel A. Stouffer dan Paul F. Lazarsfeld.
Namun, belakangan ini penelitian survei menjadi kurang jelas pengertiannya karena dikaburkan dengan istilah survei status, yang hanya digunakan untuk mempertahan kekuasaan (status quo) baik secara politis maupun penguasaan pasar alih-alih mempelajari hubungan antar-variabel[6]. Agar penelitian survei dapat dipahami secara benar, diperlukan pembahasan khusus mengenai penelitian survei. Oleh karena itu, pada makalah sederhana ini, dianggap sangat perlu dipaparkan seluk-beluk penelitian survei.
Pembahasan mengenai penelitian survei dapat mencakup kajian yang luas. Kajian-kajian tersebut meliputi: pengertian, karakteristik, sejarah, penggunaan, keunggulan dan kelemahan, rancangan penelitian, metodologi, survei dengan angket, survei dengan wawancara, survei jenis lain, analisis data, dan pelaporan hasil penelitian.
Dari cakupan fokus kajian mengenai penelitian survei yang sedemikian luas, pada makalah yang ringkas ini para penulis tidak dapat membahasnya secara terinci satu demi satu. Pada makalah ini hanya dibahas beberapa saja, khususnya seperti yang tertuang dalam deskripsi perkuliahan PPs 602, yaitu ”Metode Peneliatian Lanjutan, yang diasuh oleh Prof. Dr. Emzir, M.Pd. dan Dr. Zainal Rafli, M.Pd. pada Semester I Tahun Akademik 2007-2008 di Program S3 Pendidikan Bahasa Universitas Negri Jakarta. Dengan pertimbangan itu, pembahasan mengenai penelitian survei pada makalah ini hanya mencakupi: pengertian, karakteristik, penggunaan, keunggulan dan kelemahan, penelitian survei korelasional dan kausal, dan analisis data.
Untuk memperjelas arah penulisan, fokus yang telah dibatasi di atas perlu dirumuskan secara eksplisit. Secara ringkas fokus yang akan dibahas pada makalah ini dirumuskan sebagai berikut.
a. Apa pengertian penelitian survei?
b. Apa saja karakteristik penelitian survei?
c. Dalam hal apa saja penelitian survei dapat digunakan?
d. Apa saja keunggulan dan kelemahan penelitian survei?
e. Bagaimana penelitian survei korelasional dan kausal?
f. Bagaimana analisis data dalam penelitian survei?

Pembahasan penelitian survei dalam makalah ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut. Pertama, bagi rekan-rekan sesama peserta mata kuliah PPs 602 di S3 Pendidikan bahasa Universitas Negri Jakarta angkatan tahun 2007 dalam memahami penelitian survei sebagai persiapan penulisan disertasi – atau paling tidak penulisan proposal disertasi – pada semester atau semester-semester berikutnya. Kedua, bagi rekan-rekan sesama peserta mata kuliah PPs 602 di S3 Pendidikan Bahasa Universitas Negri Jakarta angkatan tahun 2007, diharapkan pembahasan ini dapat membantu memperjelas, mempertajam, dan meningkatkan mutu penelitian-penelitian survei yang sangat mungkin akan dilakukan setelah menyelesaikan program S3 dimaksud. Ketiga, mengingat sebagian besar rekan-rekan sesama peserta mata kuliah PPs 602 di S3 Pendidikan Bahasa Universitas Negri Jakarta angkatan tahun 2007 terdiri atas dosen-dosen, diharapkan pembahasan ini akan membantu proses bimbingan penelitian kepada mahasiswa masing-masing.
Namun, karena hasil kajian kelompok ini dipresentasikan di hadapan dosen dan rekan-rakan mahasiswa dalam kelas, para penulis ini berharap masukan atau balikan terkait kelemahan-kelemahan yang ada pada penyajian tertulis maupun lisan yang dilakukan kelompok penulis. Undangan pemberian masukan, termasuk koreksi, tersebut didasari kesadaran yang tulus bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan – sangat mungkin – kesalahan teknis dan konseptual. Para penulis ini berharap masukan dan koreksi dari dosen dan mahasiswa dapat memperkaya dan menyempurnakan makalah ini.
2. Konteks dan Pengertian
Dalam penelitian sosial dikenal pelbagai macam metode penelitian. Dalam hal ini Babbie menguraikan enam metode yang biasa digunakan, yaitu the controlled experiment, content analysis, analysis of existing data, case study, participant observation, dan tentu saja, survey research atau penelitian survei[7]. Hal yang sangat penting dalam penelitian survei adalah data empirik atau data lapangan. Data-data tersebut sangat dibutuhkan dalam setiap variabel yang diteliti, untuk selanjutnya dikaji dan diambil kesimpulan. Meski dalam berbagai literatur belum kami temukan secara eksplisit adanya keterkaitan sejarah antara penelitian survei dengan tradisi filsafat positivisme, dapat diketahui bahwa penelitian survei seperti di atas sangat dekat dengan paradigma berpikir positivistik.
Dalam tradisi positivistik, yang berkembang sejak abad 18M atau sebelumnya, kebenaran hanya dapat diakui apabila bersifat rasional, empirik, indrawi, dan objektif[8]. Jika dilihat lebih jauh ke belakang, kajian filsafat mengenai empiri berawal jauh sebelum abad 18M, yaitu dari Moro Islam Andalusia dengan karya-karya yang dihasilkan melalui uji-uji empirik eksperimental oleh tokoh-tokoh seperti Al Jabir (abad 9M) dalam bidang kimia, Al Khawarazmi (abad 9M) dalam bidang aljabar, Al Razi (abad 11M) dalam bidang kimia dan kedokteran, Al Biruni (abad 11M) dalam eksperimen fisika, Ibnu Rusyd yang dalam lidah Barat menjadi Averoes (abad 11M) dalam bidang kedokteran[9]. Meski justeru masalah empiri yang yang menjadi bahan kritik Popper[10] terhadap positivisme tersebut melalui karya yang sangat terkenal The Logic of Scientific Discovery, tradisi berpikir positivistik tersebut terus dipakai oleh kalangan luas sampai sekarang, bahkan sangat mendukung metode penelitian survei.
Dalam penelitian survei hal yang paling utama dilakukan oleh peneliti adalah menguraikan dan memperjelas masalah. Untuk itu, sang peneliti harus memiliki pertanyaan yang khas atau spesifik untuk kemudian dibahas dari berbagai sisi[11]. Dari masalah yang spesifik tersebut, sang peneliti menentukan variabel-variabelnya. Variabel memiliki kedudukan sangat sentral dalam panelitian.
Dalam penelitian survei, variabel dapat terdiri atas hal-hal yang bersifat sosiologis dan yang bersifat psikologis[12]. Hal-hal yang bersifat sosiologis mencakupi fakta-fakta sosiologis, pendapat masyarakat, dan sikap masyarakat. Dalam pada itu, fakta-fakta sosiologis dipahami sebagai predikat individual yang terkait dengan keanggotaannya di masyarakat, seperti: jenis kelamin, pendapatan, afiliasi politik dan keagamaan, status sosio-ekonomi, pendidikan, usia, biaya hidup, pekerjaan, dan ras. Hal-hal yang bersifat psikologis meliputi pendapat dan sikap, pada satu sisi, dan perilaku, pada sisi lain. Variabel-variabel tersebut kemudian dilihat keterkaitannya. Misalnya: (1) hubungan antara variabel-variabel sosial dan variabel-variabel psikologis; atau dapat juga (2) hubungan antara variabel psikologis satu dan variabel psikologis yang lain[13]. Karena variabel-variabel tersebut terikat dengan masyarakat yang akan diteliti, dalam setiap penelitian survei, peneliti harus menentukan populasinya. Untuk tujuan efisiensi – karena terkadang jumlah populasi dalam sebuah penelitian sangat besar – diperlukan penentuan sampel.
Sebagaimana ditulis oleh Kerlinger, penelitian survei mengkaji populasi besar dan kecil dengan memilih dan mengkaji sampel-sampel yang diambil dari populasi untuk menemukan kesamaan, distribusi, dan interrelasi relatif di antara variabel-variabel sosial dan psikologis[14]. Dalam istilah Crowl, survei secara khusus digunakan bukan hanya untuk mengetahui hubungan variabel-variabel yang sulit diamati, tetapi juga digunakan ketika populasinya dianggap relatif besar[15]. Sementara itu, Singarimbun[16] mendefinisikan penelitian survey sebagai penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Di samping itu Gall dkk. menyatakan: ”The term survey frequently is used to describe research that involves administering questionnaires or interviews to collect data from a sample that has been selected to represent a population to which the findings of the data analysis can be generalized.” (Istilah survey sering digunakan untuk mendeskripsikan penelitian yang melibatkan pengadministrasian kuesioner atau interview untuk mengumpulkan data dari sample yang telah dipilih yang mewakili populasi yang mana temuan analisis data dapat digeneralisasi).
3. Kekhasan Penelitian Survei
Dalam pandangan Babbie[17], ada lima kekhasan ilmiah penelitian survey, yaitu: logis, determeinistik, umum, hemat, dan sepesifik. Ke lima kekhasan tersebut di utraikan secara singkat seperti berikut ini.
3.1 Logis
Kekhasan yang pertama penelitian survey adalah kelogisan. Penelitian survei dilaksanakan dengan menggunakan prosedur berpikir logis, dalam arti rasional. Cara kerja yang tidak rasional tidak dapat dipakai dalam metode penelitian survei. Secara lebih spesifik, penelitian survei menggunakan cara berpikir deduktif dan induktif. Seperti diuraikan dalam pendahuluan, penelitian survei sangat erat kaitannya dengan paradigma positivisme. Unsur-unsur kelogisan yang dimaksud dalam kekhasan yang pertama ini benar-benar mirip dengan kelogisan dalam paradigma positivisme.
3.2 Deterministik
Sebagai konsekwensi cara berpikir logis tersebut, penelitian survei harus menentukan sistem atau kerangka berpikir terlebih dahulu dan membangun hipotesis untuk dibuktikan. Hipotesis-hipotesis tersebut bersifat eksplanatif terhadap variabel-variabel yang terkait. Eksplanasinya dapat berupa eksplanasi mengenai hubungan korelasional maupun hubungan kausal atas beberapa fenomena yang dijadikan variabel.
3.3 Umum/general
Penelitian survei, yang notabene menggunakan sampel dalam penelitiannya, tidak dimaksudkan hanya untuk menjelaskan sampel dimaksud saja melainkan untuk digeneralisasikan secara lebih luas sampai kepada cakupan populasinya. Oleh karena itu, penelitian survei disebut bercirikan umum/genaral. Keumuman di atas terkait dua hal. Pertama, sang peneliti dapat melakukan replikasi terhadap temuan-temuannya pada beberapa sub kelompok. Kedua, temuan-temuan peneliti terdahulu dapat direplikasi oleh peneliti berikutnya atau direplikasi pada sampel-sampel atau sub-sub kelompok lainnya.
3.4 Hemat
Penelitian survei adalah penelitian yang hemat karena beberapa hal. Pertama, untuk meneliti populasi yang besar seorang peneliti dapat menghemat energinya dengan cara pengambilan sampel. Kedua, untuk meneliti fenomena yang rumit dalam kehidupan yang mengandung banyak unsur yang saling tekait satu sama lain, seorang peneliti dapat menggunakan kerangka berpikir yang dimodelkan dari hubungan-hubungan antarvariabel. Ketiga, untuk menganalisis data, sang peneliti dapat menggunakan mesin atau komputer sehingga analisis dapat dilakukan secara lebih efisien.
3.5 Spesifik
Penelitian survey disebut spesifik karena sebelum pengambilan data, sang peneliti harus menyusun definisi-definisi operasional terhadap variable-variabel yang diteliti. Di samping itu, terkait data lapangan, instrumen-instrumen pengambilan data harus dijamin validitasnya. Akibatnya, data yang diperoleh juga dijamin valid.
4. Penggunaan Penelitian Survei
Ada dua macam survei, yaitu: survei untuk memperoleh data dasar, guna memperoleh gambaran umum, yang bermanfaat untuk membuat perencanaan dan kebijakan publik; dan survei yang digunakan untuk mengungkap pendapat, sikap dan harapan publik. Yang pertama sering kita kenal sebagai sensus, seperti sensus penduduk, sensus sosek, dan lainnya. Yang kedua sering dipakai untuk memprediksi suara pemilih dalam pemilihan presiden, gubernur, anggota kongres, dan senat di Amerika Serikat, juga di sejumlah negara demokrasi. Yang pertama mengungkap fakta, yang kedua mengungkap efek suka tak suka[18].
Seperti dijelaskan oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi[19] bahwa penelitian survei dapat digunakan untuk maksud (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, (3) penjelasan (explanatory atau confirmatory), yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis, (4) evaluasi, (5) prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang, (6) penelitian operasional, dan (7) pengembangan indikator-indikator sosial.
Penelitian penjajagan atau eksploratif bersifat terbuka, masih mencari-cari. Pengetahuan peneliti tentang masalah yang akan diteliti masih terlalu tipis untuk dapat melakukan studi deskriptif. Warwick dan Lininger (1975) umpamanya memberikan contoh pertanyaan studi eksploratif sebagai berikut. “Apakah yang paling mencemaskan Anda akhir-akhir ini?”, “Hal-hal penting apa yang mencemaskan anda tentang negeri Anda?”, “Menurut Anda bagaimanakah cara pengasuhan anak yang baik?” Kelihatannya sederhana, tetapi sebelum terkumpul sejumlah jawaban, belumlah jelas diketahui kira-kira bagaimana jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyan tersebut.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, keadaan gizi, preferensi terhadap politik tertentu, dan lain-lain. Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.
Apabila untuk data yang sama peneliti menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, maka penelitian tersebut tidak lagi dinamakan penelitian deskriptif melainkan penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan. Jadi perbedaan pokok antara penelitian deskriptif dengan penelitian penjelasan tidak terletak pada sifat datanya, melainkan pada sifat analisanya.
Kegunaan lainnya dari penelitian survei adalah untuk mengadakan evaluasi. Di sini yang menjadi pertanyaan pokok adalah sampai seberapa jauh tujuan yang digariskan pada awal program tercapai atau mempunyai tanda-tanda akan tercapai.
Hasil survei dapat pula digunakan untuk mengadakan prediksi mengenai fenomena sosial tertentu. Di Amerika Serikat, poll adalah survei sampel yang menyangkut pendapat umum mengenai keadaan sosial dan politik.
Ahir-ahir ini penelitian survei banyak digunakan untuk berbagai penelitian operasionl. Pada penelitian operasional, pusat perhatian adalah variabel-variabel yang berkaitan dengan aspek operasional suatu program. Setelah diidentifikasi hambatan-hambatan operasional, penelitian dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Indikator-indikator sosial dapat dikembangkan berdasarkan survei-survei yang dilakukan secara berkala.
5. Keunggulan dan Kelemahan Penelitian Survei
Penelitian survei merupakan upaya pengumpulan informasi dari sebagian populasi yang dianggap dapat mewakili populasi tertentu. Metode ini bertitik tolak pada konsep, hipotesis, dan teori yang sudah mapan sehingga tidak akan memunculkan teori yang baru. Penelitian survei memiliki sifat verivikasi atau pengecekan terhadap teori yang sudah ada[20]. Penelitian survei merupakan perangkat penelitian yang murah dan cepat sehingga informasi yang dibutuhkan dapat dihasilkan secara akurat dan tepat waktu. Bentuk kuesionernyapun sederhana dan relatif mudah sehingga tidak memerlukan pelatihan secara husus. Selain murah dan cepat, keunggulan lainnya adalah penelitian survei dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi secara sistematis mengenai berbagai hal, misalnya insidensi penyakit, identifikasi faktor-faktor etiologi penyakit, investigasi kualitas hidup manusia dan perilaku masyarakat.
Penelitian survei digunakan karena membutuhkan pengambilan sampel dari suatu populasi. Pengambilan sampel biasanya dilakukan dengan kuesioner atau dengan wawancara oleh peneliti dengan mendatangi tempat masing-masing responden atau menggunakan fasilitas komunikasi seperti email, telepon, atau layanan jas pos. Unit anlisis dalam penelitian survei dapat berupa individu, kelompok, atau organisasi.
Survei tidak terlalu menyita upaya pihak peneliti, sehingga memungkinkan mendapat informasi (data) dari subjek dalam jumlah banyak. Survei dapat digunakan untuk mengetahui opini, sikap, atau persepsi subjek. Survei dapat juga dipakai untuk menilai informasi faktual. Survei seringkali dilakukan secara anonim, agar subjek yang jumlahnya besar itu merasa lebih bebas untuk curhat (curahan hati) dan mengeluarkan uneg-uneg ihwal sesuatu yang sensitif dengan jujur, tanpa tekanan siapa pun. Itulah salah satu kelebihan survei.
Sebaliknya, kelemahan survei adalah sulit mengkondisikan subjek untuk mengisi dan mengembalikan survei. Bila yang mengembalikan kurang dari 50%, maka hasilnya tidak dapat diterima dan peneliti harus melakukan sesuatu untuk menanggulanginya[21]. Kelemahan lain penelitian survei terletak pada kedalaman analisis. Penelitian survei dapat menjangkau polulasi yang besar dan luas tetapi tidak dapat digunakan untuk mendalami kasus-kasus atau masalah-masalahnya secara lebih dalam[22].

6 Penelitian survei korelasional dan Kausal
Metode korelasi digunakan untuk menjelaskan dua variabel atau lebih yang saling berhubungan tetapi hubungan tersebut bukan hubungan sebab akibat. Dengan kata lain, variabel satu tidak mempengaruhi variabel yang lain. Sebagi contoh, studi korelasi untuk menjelaskan bagaimana kinerja siswa pada tes Reading comprehension mempunyai hubungan dengan kinerja tes kosa-kata. Dalam hal ini, peneliti memprediksi bahwa skor kemampuan Reading comprehension dan skor kemampuan kosa-kata mempunyai hubungan yang positif. Dengan kata lain, jika kemampuan reading comprehension siswa tinggi maka dapat diprediksi skor kemampuan kosa-kata juga tinggi. Demikian juga sebaliknya, anak yang skor reading comprehension-nya rendah bisa mempunyai skor kemampuan kosa-kata yang rendah. Namun, kedua variabel tersebut tidak memiliki hubungan sebab akibat[23].
Jadi, meskipun kedua variabel tersebut secara statistik dapat dinyatakan mempunyai koefisien korelasi yang tinggi tetapi tidak dapat serta merta disimpulkan bahwa hubungan kedua veariabel itu bersifat kausalitas. Untuk dapat disimpulkan bahwa antara kedua variabel atau lebih memiliki hubungan kausal, sangat penting diingat bahwa tidak hanya signifikan secara statistik tetapi harus diketahui bahwa variabel satu menduduki posisi penyebab terjadinya perubahan pada variabel yang lain, dan bukan dari faktor yang laasa Inggris yang menyebabkan terjadinya perubahan itu[24]. Sebagai contoh, jika dalam sebuah penelitian ditemukan sebagian siswa yang aktivitas membaca teks berbahasa Inggrisnya lebih tinggi memiliki skor yang lebih tinggi pada reading comprehension dibandingkan dengan kelompok siswa yang aktivitas membaca bahasa Inggrisnya rendah maka dapat diambil hipotesis bahwa aktivitas membaca bahasa Inggris (yang terdiri atas frekuensi dan durasi) mempengaruhi tingkat kemahiran membaca dalam bahasa Inggris.
7. Analisis Data dalam Penelitian Survei
Inti penelitian survei terletak pada dua tujuan, yaitu: deskripsi dan explanasi. Dalam penelitian ini tiap variabel di ukur dan dikaji hubungannya satu sama lain sesuai keperluan. Untuk menempuh tujuan-tujuan tersebut, secara tradisional para ilmuwan menempuh lima langkah pokok, yang terdiri atas: penyusunan teori, penurunan teori menjadi hipotesis, operasionalisasi konsep, pengumpulan data empiris, dan pengujian hipotesis secara empiris. Namun, jika langkah-langkah tersebut dijalankan begitu saja akan menimbulkan dua masalah[25]. Pertama, konsep teoretis hampir selalu berefek pada operasionalisasi yang taksa (ambigiuous). Betapa tidak, konsep teoretis tentang sesuatu merupakan abstraksi dari suatu fakta atau kenyataan yang notabene kompleks. Selanjutnya abstraksi dari kenyataan kompleks menjadi teori itu dioperasionalkan menjadi konsep yang dapat diukur. Contoh: konsep murid yang lancar bericara tidak dapat dengan mudah diukur, misalnya dalam berbicara tidak ada jeda. Mana yang lebih tidak lancar antara yang berbicara tanpa jeda tetapi logikanya tidak jelas dengan yang berjeda tetapi logika kalimatnya linear dan mudah dipahami? Kedua, asosiasi empiris antarvariabel hampir tidak penah sempurna. Di satu sisi ada anak yang tidak lancar berbicara yang berasal dari keluarga berpendidikan rendah tetapi pada sisi lain ada yang berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi.
Pendapat Babbie di atas bukan dimaksud untuk mengganti langkah-langkah yang dianggapnya tradisional itu melainkan untuk mengingatkan para ilmuwan agar lebih kreatif dalam menerapkannya. Mengingat pengukuran dan asosiasi adalah konsep yang saling terkait, peneliti harus menanganinya secara simultan dan logis, dalam arti tidak menjalankan prosedur tradisional tersebut secara kaku.
Mengutip konsep Lazarsfeld yang diistilahkan sebagai ”interchangeability of indexes”[26] Babbie mengusulkan agar para peneliti tidak menghubungkan variable-variabel begitu saja, misalnya Y=f(X), melainkan harus juga memperhatikan beberapa indikator yang mungkin berpengaruh, seperti x1, x2, x3, dan seterusnya. Jadi si peneliti dapat menguji hipotesis dengan y=f(x1), y=f(x2), y=f(x3), dan seterusnya. Selanjutnya, hipotesis teoretis diterima sebagai proposisi umum jika hasil semua uji empiris mendukungnya. Untuk lebih menajamkan analisis Babbie juga menyarankan penguraian variabel Y menjadi beberapa faktor y1, y2, y3, dan seterusnya. Dengan penguraian tersebut dapat diupayakan analisis y1=f(x1) dan sebagainya.
7.1. Analisis Univariat
”Univariate analysis refers to the examination of only one variable at a time.”[27] Analaisis ini dapat mendukung penelitian yang menggunakan angket tunggal butir atau data tes dengan satu butir. Dalam penilaian kelas atau satuan yang lebih besar, seorang peneliti yang telah memperoleh data satu variabel dapat menyusun distribusi frekuensinya. Selain itu, dapat juga diperoleh nilai tertinggi, nilai terendah, nilai yang sering muncul, nilai tengah, nilai rerata, rentang nilai, simpangan baku, sampai dengan normalitas data yang dapat diketahui setelah dilihat kenormalan kurvanya.
Sebagai contoh dalam kasus ini adalah skor kemampuan berbahasa dengan tes setara TOEFL mahasiswa baru Program Doktor (S3) UNJ pada suatu angkatan. Dari 632 peserta diketahui nilai terendah 344 dan nilai tertinggi 612. Selanjutnya, untuk keperluan lebih lanjut, seperti penyusunan program, diperlukan analisis lebih jauh. Misalnya, dari nilai-nilai tersebut akan dikelompokkan menjadi lima ketegori sehingga harus diketahui rentang tiap kategori. Dapat juga pengelola PPs UNJ menganalisis persentase orang yang memenuhi skor minimal sehingga dapat mempersiapkan program tes susulan.
7.2. Deskripsi Sub Kelompok
Di antara analisis univariat yang hanya digunakan untuk menggambarkan keadaan data dan analisis bivariat dan multivariat yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena, terdapat satu analisis yang disebut deskripsi sub kelompok (subgroup description)[28]. Pada analisis ini peneliti dapat mengelompok-kelompokkan data sesuai dengan keperluan peneliti. Misalnya data variabel tunggal yang sudah dimiliki dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kategori jenis kelamin. Dapat juga data tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur, dan sebagainya. Kembali kepada contoh mahasiswa PPs UNJ yang menjalani tes TOEFL, dengan analisis sub kelompok ini pengelola UNJ dapat memilah untuk mengetahui kekhasan data skor peserta perempuan dan peserta laki-laki, kekhasan skor peserta yang berusia sampai dengan 30 tahun dan yang berusia di atas 30 tahun; kekhasan skor peserta yang bekerja di perguruan tinggi dan yang bukan bekerja di perguruan tinggi, dan sebagainya. Dengan analisis itu, misalnya, akan diketahui berapa perbandingan mahasiswa laki-laki dan perempuan yang telah ”lulus” TOEFL, kelompok umur berapa yang rerata nilainya tertinggi, mahasiswa dari provinsi mana saja yang rerata nilainya di bawah standar, dan sebagainya.
Pada penelitian multivariat, peneliti sering secara langsung menyajikan hasil penelitiannya, misalnya: ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bahasa Inggris dengan kemampuan mengerjakan soal-soal dalam tes TOEFL atau ada perbdaan yang signifikan antara sikap mahasiswa perempuan dan laki-laki terhadap bahasa Inggris. Namun, sebenarnya peneliti akan memetik keuntungan, paling tidak berupa tingkat keterbacaan laporannya, apabila sebelum menyajikan hasil akhir sang peneliti mendeskripsikan data-data elementer yang ditemukannya. Untuk keperluan tersebut, deskripsi sub kelompok dapat dimanfaatkan. Misalnya, si peneliti dapat menyajikan data sikap bahasa mahasiswa laki-laki dan perempuan secara terpisah atau data-data lain, seperti skor Section I, Section II, dan Section III atau keadaan peserta tes menurut kelompok umur yang juga masing-masing disajikan secara terpisah. Deskripsi-deskripsi seperti di atas disebut juga deskripsi terstratifikasi (stratified description). Dalam menyajikan deskripsi terstratifikasi peneliti dapat melakukannya sama dengan prosedur univariat tetapi setiap kelompok deskripsi disajikan secara terpisah dengan pengelompokan yang sesuai.
7.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat pada dasarnya mirip dengan analisis sub kelompok namun dengan sedikit perbedaan mendasar. Pada analisis sub kelompok peneliti dapat mengelompok-ngelompokkan data sesuka hatinya. Jika dari data peserta tes TOEFL mahasiswa PPs UNJ di atas diketahui mahasiswa dengan umur sampai dengan 30 tahun sebanyak 480 orang dan yang di atas 30 tahun sebanyak 152 orang, lalu dari peserta yang berusia sampai dengan 30 tahun sebesar 75% atau 360 orang mengikuti tes dengan senang hati dan 25% atau 120 orang mengikuti tes dengan terpaksa dan dari peserta yang berusia di atas 30 tahun terdapat 25% atau 38 orang mengikuti tes dengan senang hati dan 70% atau 114 orang mengikuti tes dengan terpaksa, pada deskripsi sub kelompok peneliti dapat memaparkan data baik dalam Tabel 1 maupun Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 1:
”Apakah Anda mengikuti tes dengan senang hati atau terpaksa?”


Mhs s.d. 30thn
Mhs di atas 30thn
Senang hati
25% (360)
75% (114)
Terpaksa
75% (120)
25% (38)

100% (480)
100% (152)

Tabel 2:
”Apakah Anda mengikuti tes dengan senang hati atau terpaksa?”


Senang hati
Terpaksa
Mhs s.d. 30thn
75% (360)
75,95% (120)
Mhs di atas 30thn
25% (114)
24,05% (38)

100% (474)
100% (158)

Sementara itu, karena sifatnya yang eksplanatif, pada analisis bivariat sang peneliti harus mengelompokkan data berdasarkan variabel yang diteliti sehingga dapat dijadikan pijakan eksplanasi. Dengan demikian, pemaparan data yang dapat diterima adalah cara Tabel 1 dan cara seperti Tabel 2 tidak dapat diterima. Tabel 1 dapat diterima karena dalam analisis bivariat sang peneliti harus menjelaskan fenomena yang terdapat pada variabel-variabel penelitiannya, yaitu usia (sampai dengan 30 tahun dan di atas 30 tahun) dan tingkat kebersediaan mengikuti tes (senang hati dan terpaksa). Menurut logika, variabel yang dalam perhitungan waktu terjadi lebih dahulu menjadi variabel bebas dan yang kemudian menjadi variabel terikat. Tidak mungkin sesuatu yang muncul terlebih dahulu dipengaruhi oleh yang muncul kemudian. Dengan Tabel 1 peneliti dapat memberikan penjelasan bahwa usia peserta tes berpengaruh pada tingkat kebersediaan mengikuti tes karena, misalnya, secara teoretis mahasiswa PPs yang lebih muda cenderung lebih progresif dibandingkan yang tua, demikian juga sebaliknya. Namun, jika Tabel 2 digunakan untuk dasar penjelasan, penjelasan yang akan terjadi adalah tingkat kebersediaan mahasiswa PPs UNJ dalam mengikuti tes berpengaruh terhadap umur mahasiswa terkait. Dengan kata lain, dengan Tabel 2 peneliti dapat berargumentasi bahwa semakin baik tingkat kebersediaan mahasiswa PPs mengiktu tes TOEFL maka semakin muda umurnya.
Implikasinya, jika ada dua hal yang kejadiannya pada waktu yang sama atau dua hal yang tidak diketahui secara jelas mana yang lebih dahulu, variabelnya tidak dapat ditentukan secara kausalitas. Misalnya, ketika seseorang lahir sudah nyata bahwa dia perempuan dan memiliki ras Asia. Variabel jenis kelamin tidak dapat menjadi variabel bebas terhadap variabel ras, demikian juga sebaliknya. Contoh berikutnya adalah sikap dan motivasi berbahasa. Pada contoh yang terakhir itu, tidak jelas apakah karena motivasi untuk mahir berbahasa Inggris yang baik mempengaruhi sikap terhadap bahasa Inggris menjadi baik atau sebaliknya. Hubungan kedua contoh tersebut menjadi taksa (ambigious) dan penentuannya cenderung sangat dipengaruhi oleh teori yang dipakai oleh peneliti.
Untuk memudahkan pelaporan dan pemahaman terhadap laporan analisis, diperlukan tabel-tabel yang disusun menurut keperluan. Tabel-tabel tersebut dapat disusun dengan memperhatikan tujuan dan kelompok-kelompok analisis. Peneliti tidak perlu khawatir harus mengikuti standar format tabel tertentu karena setiap keperluan analisis dapat menghasilkan tabel yang berbeda. Namun, untuk menghindari kesalahan logika tabel atau kesulitan pembaca dalam memahami tabel, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, sampel dibagi menjadi kategori-kategori variabel bebas. Kedua, tiap-tiap sub kelompok tersebut dideskripsikan menurut kategori-kategori variabel terikat. Ketiga, tabel tersebut dibaca dengan cara membandingkan sub-sub kelompok variabel bebas dengan variabel terikat[29].
7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk tujuan menguraikan hubungan empiris antar-variabel dalam rangka menafsirkan hubungan tersebut[30]. Dalam penelitian survei, inti penelitian ilmiah adalah mencari hubungan antar-variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat[31].
Istilah ”multivariat” bermakna banyak variabel, tiga atau lebih. Jika seorang sedang meneliti suatu hal, misalnya kemampuan berbahasa Inggris, penelitian tersebut dapat berupa hal-hal apa saja yang mempengaruhi kemampuan berbahasa Inggris seseorang. Hal-hal yang mempengaruh kemampuan itu disebut variabel bebas, misalnya cara belajar dan motivasi belajar. Di sisi lain kemampuan berbahasa Inggris dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas (disebut variabel terikat). Peneliti memfokuskan penelitiannya pada dua variabel bebas dan satu variabel terikat.
Dapat juga analisis multivariat digunakan sekadar melihat hubungan atau korelasi. Untuk memperjelas hubungan tersebut, pada penjelasan ini ditampilkan kembali hasil tes TOEFL mahasiswa PPs UNJ. Misalnya, sebuah penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan kerja mahasiswa PPs UNJ (perguruan atau bukan perguruan tinggi) dengan kemampuan tiga ranah tes Paperbased-TOEFL (Listening Comprehension disingkat LC, Structure and Written Expression disingkat SWE, dan Reading Comprehension disingkat RC). Penelitian tersebut dapat menemukan bahwa para mahasiswa yang bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi cenderung memiliki kemampuan tinggi dibidang LC dan RC sementara itu mahasiswa yang bekerja bukan sebagai dosen di perguruan tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang SWE. Selanjutnya, ketika dilakukan analisis korelasi ditemukan adanya hubungan antara pekerjaan sebagai dosen di perguruan tinggi dengan kemampuan LC dan RC serta ada hubungan antara pekerjaan mahasiswa yang bukan dosen di perguruan tinggi dengan kemampuan SWE.
Analisis tahap lanjut dalam multivariat adalah analisis statistik. Dengan bersumber Mardia dan Bibby[32], Ensiklopedia on-line Wikipedia 2007[33] memaparkan sembilan model dalam analisis statistik multivariat sebagai berikut ini.
a. Analisis regresi (regression analysis) digunakan untuk menentukan formula linier yang menggambarkan bagaimana beberapa variabel saling mempengaruhi. Analisis regresi linier dikembangkan berdasarkan model linier umum (general linear model).
b. Analisis komponen-komponen pokok (principal components analysis) disingkat PCA digunakan untuk menentukan serangkaian variabel sintetik yang dapat menjelaskan rangkaian aslinya. Dengan kata lain, teknik ini digunakan untuk mereduksi rangkaian-rangkaian data multidimensional menjadi dimensi-dimensi yang lebih sederhana untuk keperluan analisis.
c. Analisis diskriminan linier (linear discriminant analysis) disingkat LDA digunakan untuk menghitung suatu prediktor linier dari dua rangkaian data yang berdistribusi normal untuk memungkinkan klasisfikasi data-data observasi baru.
d. Fungsi diskriminan (discriminant function) yang juga disebut canonical variate analysis digunakan untuk menentukan apakah serangkaian variabel dapat digunakan untuk membedakan dua kelompok atau lebih.
e. Regresi logistik (logistic regression) digunakan untuk menjalankan analisis regresi untuk memperkirakan dan menguji pengaruh kovariat pada respon biner.
f. Analisis variansi multivariat (multivariate analysis of variance) disebut juga metode-metode MANOVA memperluas metode-metode analisis variansi untuk menjangkau kasus-kasus yang memiliki lebih dari satu variabel terikat tetapi variabel terikat terkait tidak dapat digabungkan dengan mudah.
g. Jaringan syaraf artificial (artificial neural networks) memperluas metode-metode regresi ke model-model multivariat non-linier.
h. Penyekalaan multidimensional (multidimensional scaling) menjangkau pelbagai algoritma untuk menentukan serangkaian variabel sintetik yang paling dapat mewakili jarak pasangan antara dua catatan (records). Metode asalnya adalah analisis koordinat pokok (principal coordinate analysis).
i. Analsis korelasi kanonik (canonical correlation analysis) digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan linier antara dua variable (kovariat dan respon).
Pada sisi lain, Babbie[34] menyajikan empat pilihan analisis yang kompleks, yaitu: analisis regresi, analisis jalur, analisis faktor, dan analisis ruang-terkecil.
Analisis regresi dipahami secara sama dengan yang dijelaskan dalam Wikipedia di atas dan oleh Kerlinger[35].
Analisis jalur diturunkan dari analisis regresi tetapi dikembangkan lagi untuk dapat menganalisis hubungan kausal variabel bebas dan variabel terikat. Keunggulanya yang sangat mencolok dari analisis regresi adalah kemampuannya menggambarkan pengaruh satu atau lebih variabel bebas terhadap variabel terikat yang di antaranya terdapat variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan mempengaruhi variabel terikat (variabel antara)[36].
Analisis faktor digunakan untuk menganalisis variabel-variabel atau sub-sub variabel terkait agar butir-butir dan kelompok-kelopmpok butir jelas dan hemat beserta pengaruhnya terhadap variabel terikat[37].
Analisis ruang-terkecil didasarkan pada korelasi antar-variabel. Penggunaan adalah untuk memetakan keeratan korelasi antar-variabel. Variabel A dapat memiliki hubungan dekat dengan variabel B dan variabel B memiliki hubungan yang agak renggang dengan variabel C. Karena variabel B secara teoretis berhubungan dengan variabel A pada arah yang berlawanan dengan hungannya dengan variabel C maka korelasi variabel A dan variabel C sangat renggang atau bahkan paling renggang di antara korelasi-korelasi yang ada[38].




[1] Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PPs 602, Metode Penelitian Lanjutan, disusun oleh Kelompok II Program Studi S3 Pendidikan Bahasa Universitas Negri Jakarta.
[2] Mahasiswa UNJ tahun masuk 2007
[3] Earl R. Babbie. 1973. Survei Research Methods. Belmont, Ca: Wadsworth Publishing Company, Inc. Hlm. 42.
[4] Paul F. Lazarsfield and Anthony R. Oberschall. 1965. “Max Weber and Empirical Research.” American Sociological Review. (April 1965) Hlm. 185-199.
[5] Ibid. Hlm. 42-43.
[6] Fred N Kerlinger. 1973. Foundation of Behavioral Research. New York: New York University. (2nd Edition) Hlm. 410 (Footnote).
[7] Earl R. Babbie, Ibid. Hlm. 31-39.
[8] Noeng Muhadjir. 2006. Filsafat Ilmu Kualitatif dan Kuantitatif untuk Pengembangan Ilmu dan Penelitian. Yogyakarta: Rake Sarasin (Edisi III).
[9] Ibid. Hlm. 99.
[10] David Glasner. 1995. “Karl Popper, Critical Rasionalst”. National Review/ December 25, 1995. Hlm. 46-49.
[11] Fred N. Kerlinger Ibid. Hlm. 415.
[12] Ibid. Hlm. 411.
[13] Ibid. Hlm. 410.
[14] Ibid.
[15] Thomas K. Crowl. 1996. Fundamentals of Educational Research. Madison: Brown & Benchmark. Hlm. 235.
[16] Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi. 2006. Metode Penelitian Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Hlm. 3.
[17] Babbie. Ibid. Hlm. 45-49.
[18] Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Hlm. 63.
[19] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Hlm. 4-6.
[20] I. B. Mantra. 2001. Langkah Langkah Penelitian Survei usulan Penelitian dan Laporan Penelitian. Yogyakarta: BPFG UGM.

[21] Chaedar Alwasilah. 2006. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Hlm. 51-52.
[22] Kerlinger. Ibid. Hlm. 422.
[23] Ibid. Crowl. Hlm. 255.
[24] Ibid. Crowl. Hlm. 255-256.
[25] Babbie. Ibid. Hlm. 227-236.
[26] Paul F. Lazarsfeld, “Problems in Methodology”, dalam Robert K. Merton (ed.), Sociology Today (New York: Basic Book, Inc., Publishers, 1959), hlm. 39-78.
[27] Babbie. Ibid. Hlm. 239.
[28] Babbie. Ibid. Hlm. 241.
[29] Babbie. Ibid. Hlm. 245-246.
[30] Babbie. Ibid. Hlm. 281.
[31] Peter Hagul, Chris Manning, dan Masri Singarimbun. “Penentuan Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel” dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. 1989. Hlm. 49.
[32] KV Mardia, JT Kent, and JM Bibby (1979). Multivariate Analysis. Academic Press. ISBN 0-124-712525.
[33] http://en.wikipedia.org/wiki/Multivariate (diakses pada 20 September 2007 Pukul 05:43)
[34] Ibid. Hlm. 317-333.
[35] Kerlinger. Ibid. Hlm. 829-999.
[36] Babbie. Ibid. Hlm. 324-327 dan Kerlinger. Ibid. Hlm. 241-243.
[37] Babbie. Ibid. Hlm. 327-329 dan Kerlinger. Ibid. Hlm. 1000-1042.
[38] Babbie. Ibid. Hlm. 329-331

2 komentar:

diskusi mengatakan...

thanks, tulisannya

chagicollections mengatakan...

halo, membantu sekali loh post an nya. makasih ya